Minggu, 18 April 2010

Thanks for being my parents...

Memiliki Papa dan Mama sebagai orang tua adalah anugerah terindah bagiku. Entah kenapa baru 2 tahun terakhir ini aku rasakan. Betapa durhakanya aku selama ini...
Masih teringat jelas dalam ingatan, aku pernah memberontak pada mereka ketika kami harus pindah ke kota lain. Aku bersikeras untuk tetap tinggal disana, hidup sendiri di kost-kostan, hanya karena tidak ingin berpisah dengan sahabat-sahabatku. Dan aku bersyukur, papa mama melarangku dengan cukup keras. Dulu aku berpikir mereka jahat, karena bersikap demikian. Namun sekarang aku mengerti dan bersyukur, karena aku tidak bisa membayangkan apa jadinya aku jika papa dan mama mengizinkannya.

Aku masih ingat ketika aku kelas 3 smp, aku mendapat nilai 6 untuk mata pelajaran Kewarganegaraan. Mata Pelajaran yang sangat mudah bagi Papa dan kakakku, tapi tidak bagiku. Nilai itu membuatku mendapat sindiran dari Papa, dan itu membuatku marah, sampai-sampai aku membanting pintu di belakangnya ketika Papa keluar dari kamarku. Seketika papa berbalik dan menjewer telingaku. Sakit sungguh, tidak hanya di telinga, tapi di hati... Tapi jeweran itu membuatku sadar, bahwa aku sudah terlalu kelewatan. tidak seharusnya aku bersikap demikian, betapapun marahnya aku. dan untuk papa, mungkin itu membuat beliau sadar bahwa gadis mungilnya ini tidak menuruni bakatnya di bidang Kewarganegaraan. Sehingga saat aku mendapatkan nilai C pada mata pelajaran yang sama di bangku kuliah, papa hanya bisa berkata "Ya sudahlah..."

Papa adalah sosok lelaki biasa yang bisa menjadi luar biasa bagiku, mama, dan kakakku. Dengan pekerjaan yang cukup beresiko, Papa mampu dengan sabar menjalaninya. Bekerja sama dengan mama menghemat pengeluaran, menghitung dengan cermat, dan mengalokasikan dana sesuai kebutuhan dengan tepat. Bagi mereka, mencukupi kebutuhan aku dan kakak adalah lebih utama.

Papa adalah seorang yang lucu, celetukan dan ucapannya acap kali membuat aku dan kakak tertawa. Banyak ciri-ciri khas Papa yang kadang membuatku tersenyum-senyum sendiri dibuatnya. Tapi Papa juga bisa jadi sangat pemarah, jika kami bandel. Aku masih bisa terbayang pada goresan luka yang dihasilkan dari sabetan sapu lidi yang dilayangkan Papa di lututku, karena kenakalan yang aku sudah lupa apa. Terdengar seram, tapi itu cara Papa mendidikku. Dan aku bersyukur, karena aku sekarang tidak tumbuh menjadi anak yang manja dan terlalu bergantung pada orang lain.

Kata eyang, aku dan Mama memiliki weton yang sama. Oleh sebab itu kami sering sekali bertengkar. Aku tidak suka dinasehati Mama. Terlalu panjang lebar, tentang sesuatu yang aku sudah tahu. Dan aku sudah cukup besar untuk tahu. Begitu pikirku dulu. Tapi aku baru menyadari, bahwa orang pertama yang aku ingat dan kupanggil saat aku sakit adalah Mama. Orang pertama yang ku minta doanya saat aku sedang akan menghadapi sesuatu yang besar adalah Mama. Bahkan baru-baru ini aku menyadari bahwa banyak ucapan Mama yang benar. Berbeda dengan yang ada dalam pikiranku dulu.

Saat aku SMP, aku selalu berpikir aku sudah cukup besar dan mandiri untuk hidup sendiri. Mungkin wajar, di usia itu kebanyakan remaja berpikir bahwa mereka cukup besar untuk dilepas sendiri. Namun, saat aku SMA, saat aku harus hidup jauh dari Papa dan Mama, aku baru sadar bahwa aku sangat kehilangan. Bahwa aku sangat merindukan saat-saat bersama mereka, setiap hari, seperti 14 tahun sebelumnya. Bahwa aku iri melihat sepupuku, yang bisa menghabiskan waktu bersama ayah dan ibunya. Aku iri melihat teman-temanku diambilkan rapornya oleh ayah atau ibu mereka. Harus kuakui masa SMA adalah masa terburuk yang pernah kulalui dalam hidup. Banyak orang yang berkata bahwa masa SMA adalah masa-masa terindah yang mereka lalui, bahkan Papa juga berkata begitu. Tapi kali ini Papa salah, bukan kali ini mungkin, tapi untuk kasusku, Papa salah. Masa SMA adalah masa-masa yang paling ku benci dalam hidupku. Masa yang tidak ingin aku ingat kembali. Jauh dari orang tua, teman yang tidak tulus, pacar yang overprotectif, guru yang menyebalkan, sekolah yang mata duitan dengan peraturan yang tidak rasional, perasaan yang labil, dan kehilangan pegangan. Seandainya aku saat itu masih tinggal serumah dengan Papa Mama, mungkin akan beda endingnya. entahlah..

Saat kuliah, aku berpikir, tak kan ada yang beda, toh SMA pun aku tinggal jauh dari orang tua. Di saat kawanku sedang mengalami homesick di awal-awal kuliah, aku tenang-tenang saja. Tapi justru, saat kuliah sudah jalan 1tahun, aku mengalami homesick yang cukup parah. 1minggu penuh aku merasa sangat lemas, dan ingin pulang. Mulai saat itu, aku sadar, bahwa hingga kuliah pun aku masih belum siap tinggal jauh dari Papa dan Mama. Mungkin tidak akan pernah siap. Dulu, aku sebal karena Papa Mama tidak pernah absen menelponku setiap hari, siang dan malam. Tapi sekarang, saat Papa dan Mama sudah mulai jarang menelpon, aku merasa agak aneh dan kehilangan. hahaha... Tapi aku rasa dengan Papa Mama tidak menelpon tiap hari itu lebih baik, karena membuat kami merasa rindu. Sehingga menelpon tidak hanya menjadi mengecek posisi, tapi juga banyak bercerita tentang hari-hari kami.

Pertemuan yang jarang, membuat waktu berjumpa kami menjadi sangat berharga. Saat aku masih SMA, apabila liburan terlalu lama dan banyak waktu yang dihabiskan bersama Mama dan Papa malah membuat kami bertengkar di akhir liburan. Tapi sekarang menjadi sangat berbeda. Meskipun hanya di rumah setiap hari, hanya tidur-tiduran, sesekali membantu Mama masak, ikut belanja di pasar sebelah atau ikut mennjemput Papa dari kantor, tidak membuat aku bosan. bahakan menjadi saat-saat yang aku rindukan saat kami jauh.

Tak banyak yang bisa aku berikan pada Papa dan Mama, yang bisa ku lakukan saat ini adalah, membuat mereka bangga mempunyai anak sepertiku. Meski berat, tapi aku akan terus mencoba.

Hal yang sulit aku lakukan adalah mengatakan betapa sayang dan kangennya aku pada Mama dan Papa, secara langsung. Aku terlalu canggung untuk melakukan itu. Tapi aku berharap Papa dan Mama tahu, betapa aku menyayangi dan merindukan mereka. Betapa aku bersyukur memiliki orang tua seperti mereka, bersyukur bahwa aku diberi kesempatan untuk menjadi anak Papa dan Mama. I Love you Mom, I Love you Dad, forever and foralways...


1 komentar:

  1. aku yakin papa mama tau
    kalo kamu sangat sayang sama mereka
    tanpa kamu harus ngucapin itu

    BalasHapus